Migrasi Ikut Suami | #AyoHijrah Bank Muamalat Indonesia

Lokasi: jam gadang, bukittinggi
Bismillahirrahmaanirrahiim

Kalau ditanya momen hijrah apa yang paling berkesan jawaban saya adalah saat harus pindah ikut suami. Sejak lahir, saya tumbuh di Bogor. TK, SD, SMP, sampai SMA, saya tinggal di Kota Hujan ini.

Kakek-nenek dari ibu saya pun di Bogor, makanya saya kalau mudik Lebaran ngga pernah jauh-jauh, kecuali ke kota asal ayah saya di Lampung.

Hanya saat kuliah, saya mulai tinggal di kota yg sama sekali asing, yaitu di Purwokerto. Sendirian tanpa kerabat, saya cari tempat kost yang sama dengan kawan seperantauan dari Bogor.

Karena kangen rumah, hampir sekali tiap 2 bulan saya pulang dan menempuh perjalanan sekitar 10 jam kalau naik bus. Saya menikmati bolak-balik Bogor-Purwokerto selama kuliah.

Selepas kuliah, tak lama saya bekerja di Jakarta yang jaraknya cukup dekat dengan Bogor karena bisa ditempuh menggunakan KRL. Seminggu sekali saya pulang kalau tidak ada tugas kerja tambahan saat akhir minggu.

Setelah 4 tahun lebih bekerja, saya mulai berpikir untuk menikah. Kebetulan, jodoh saya berasal dari Sumatera Barat. Akhirnya saya setuju untuk pindah ke sebuah kota kecil di Kabupaten Tanah Datar. Tidak pernah terbayangkan kalau saya harus meninggalkan Bogor, kota satelit Ibukota di mana semua fasilitas bisa ditemukan.

Meski saya pernah bertugas ke beberapa kota ihwal pekerjaan, tapi saya belum pernah pergi dari Bogor sampai berbulan-bulan lamanya, apalagi tahunan. Saat KKN (Kuliah Kerja Nyata) saja, paling lama 2 bulan saya tidak pulang.
lokasi: Pagaruyung

Namun, setelah setahun lebih tinggal di kota kecil ini, saya tidak menyesali keputusan saya untuk ikut suami. Saya yakin pilihan ini yg terbaik untuk saya dan anak-anak saya kelak. Minimnya fasilitas, tidak melulu membuat anak jadi kurang berkembang.

Berkaca pada suami saya yang sejak lahir tinggal di kota ini, ia mampu mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi di salah satu kampus negeri bergengsi di Bandung. Adik suami saya pun demikian, bahkan bisa menyelesaikan kuliahnya di Bandung selama 3,5 tahun.

Selain itu, sisi positif lainnya, saya dan suami juga bisa hidup lebih hemat. Memang penghasilan saya sewaktu bekerja di Jakarta terbilang lumayan. Tetapi, waktu itu saya masih hidup sendiri dengan pengeluaran yang juga cukup besar karena harus mengontrak, mobilitas tinggi, dan gaya hidup konsumtif.

Saya pun merasa tinggal di sini lebih tenang, sehingga menjalankan ibadah lebih nyaman. Seperti saat Ramadhan misalnya, tiada hari tanpa lantunan Al-Quran oleh para santriwan dan santriwati di sini. Masjid dan surau (atau mushola) selalu penuh sejak subuh sampai tengah malam.

Lomba membaca Al-Quran juga diselenggarakan merata di tingkat desa sampai nasional yang terkadang berlangsung sampai pukul 2 dini hari. Hal-hal ini yang jarang sekali saya temukan di kota besar dengan penduduk yang majemuk.

#AyoHijrah

Melalui tulisan ini saya mengajak para pembaca sekalian untuk berani mengambil keputusan dan keluar dari zona nyaman. Terlebih, kalau hal itu membuat Anda menjadi pribadi yang lebih baik layaknya makna “hijrah”.

Awal mula hijrah sendiri ditandai saat Nabi Muhammad saw berpindah dari Mekkah ke Madinah. Dikutip dari Wikipedia, tujuan Nabi Muhammad pindah pada masa itu adalah karena adanya rencana pembunuhan Beliau.

Sedangkan pada masa kini, makna hijrah kian meluas, yaitu perubahan perilaku menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tentu saja, masih dalam kacamata Islam.

Sebagai contoh, orang yang sebelumnya sering meninggalkan shalat, menjadi lebih taat. Selain itu, hijrah dapat dimaknai juga dengan berubahnya perilaku dari yang sebelumnya hanya menunaikan shalat wajib, menjadi rajin beribadah shalat sunnah pula.

Bank Muammalat Indonesia

Senang deh rasanya ada sebuah lembaga yg peduli sama perubahan perilaku masyarakat untuk mengarah lebih baik. Kampanye #AyoHijrah sendiri digagas oleh Bank Muammalat, yaitu bank umum pertama yang memperkenalkan sistem perbankan syariah.

Saya sih tidak heran kalau bank yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini concern sama umat Islam. Pasalnya, semua produk-produknya saja berbasis ekonomi syariah seperti asuransi, dana pensiun, multifinance sampai layanan e-channel.

Selama 28 tahun berdiri, Bank Muamalat berhasil membangun kesadaran masyarakat akan bank yang islami namun tetap modern dan profesional. Hal ini berbeda dari pandangan masyarakat yang sebelumnya hanya berfokus pada bank konvensional.

Adapun Bank Muamalat bekerja berdasarkan sistem syariah di mana di dalamnya terdapat akad, atau ikatan antara nasabah dengan bank. Prinsip syariah sendiri didasarkan pula pada hukum Islam yang berlaku untuk bank, maupun nasabah dalam hal penyimpanan dana.

Selain itu, prinsip syariah juga mengatur pembiayaan kegiatan usaha nasabah. Sementara itu, untuk pembagian keuntungan, dilakukan berdasarkan nisbah (porsi bagi hasil) yang disepakati setiap bulannya dan nilainya tergantung pada jumlah, jangka waktu simpanan, serta pendapatan bank.

Untuk diketahui, Bank Muamalat juga melayani jual beli yang dalam Islam dikenal dalam 3 istilah, yaitu Bai' Almuthlaq, Muqayyad, dan Sharf. Pengertiannya, Bai' Almuthlaq mengacu pada aktivitas jual beli biasa, sementara muqayyad lebih mengarah pada pertukaran antara barang dengan barang, sedangkan sharf mengacu pada jual beli mata uang asing.

~

Baiklah, cukup sekian cerita dan ulasan saya terkait #AyoHijrah. Gimana? Jadi mau hijrah sekarang atau nanti? Memang yakin masih ada umurnya?

Comments

  1. Masya Allâh menginspirasi banget mi 😍

    ReplyDelete
  2. Jadi yakin ingin hijrah.. move on dari zona nyaman, selagi masih muda
    🧕

    ReplyDelete
  3. Jadi memotivasi untuk hijrah. Semoga ada kesempatan. ☺

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts